BERITAJAKARTA.CO.ID – Anak yang akan memasuki usia remaja akan cenderung lebih mudah depresi. Masalah depresi pada anak bukan hal yang harus disepelekan karena akan berdampak buruk terhadap psikologisnya.
Ada 2,7 juta akan di Amerika Serikat mengalami depresi, menurut data yang dipublikasikan oleh CDC di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil penelitian lainnya, banyak yang menyebut bahwa depresi cenderung meningkat pada anak yang memasuki usia remaja.
Sebuah studi yang diterbitkan di JAMA Pediatrics pada 2022, anak-anak yang didiagnosis mengalami depresi cenderung menunjukkan angka peningkatan. Dari 2016 hingga 2019 peningkatan anak yang mengalami depresi sampai 24 persen, dan meningkat pada tahun 2020.
Faktor penyebabnya beragam. Seperti pengaruh Sosmed, kekerasan, tekana saat pandemi Covid-19. Selain itu, anak juga bisa depresi akibat dihadapkan pada bencana alam, perubahan iklim, bahkan polarisasi politik juga turut menjadi faktor penyebabnya.
Tanda-tanda depresi pada anak tentu saja tak sama dengan tanda-tanda depresi pada orang dewasa. Utamanya, jika mereka masih kecil dan belajar bagaimana mengekspresikan emosi mereka.
Tantrum, misalnya, mungkin bukan hanya karena anak sedang marah, tetapi juga tanda mereka sedang berjuang secara emosional.
Ada hal menarik disebutkan oleh koordinator program untuk gangguan intelektual dan perkembangan serta layanan kesehatan di Providence Saint John’s Child and Family Development Center di Santa Monica, California, Mayra Mendez.
“Ketika seorang anak berjuang dengan gejala depresi tetapi tidak menunjukkan perilaku yang biasanya dikaitkan sebagai tanda depresi, perilaku negatif tersebut dapat disalah artikan, dan tanda-tanda depresi terlewatkan,” katanya.***