Akankah Pengadilan RI Berani Eksekusi Perusak Hutan Rp 18,3 T?

oleh -936 Dilihat

Beritajakarta– Para perusak hutan telah divonis denda hingga total Rp 18,3 triliun. Namun hingga kini pengadilan belum mengeksekusi putusan itu.

Salah satu yang dihukum adalah PT Merbau Pelalawan Lestari. Perusahaan itu didenda Rp 16 triliun karena merusak hutan.

“Kami sudah tiga kali mengirimkan surat untuk permohonan eksekusi kepada PN Pekanbaru, termasuk mendatangi dan bertemu langsung dengan Ketua PN Pekanbaru. Dan sudah membayarkan biaya aanmaning (pemanggilan pihak termohon). Saat ini kami sedang menunggu tindak lanjut dari ketua PN untuk memanggil PT MPL (termohon) untuk pelaksanaan eksekusi,” kata Ditjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat dihubungi (detikcom, Kamis 3/1/2019).

Meski pengadilan tidak memiliki progres yang jelas, KLHK tidak surut. KLHK berkomitmen putusan-putusan yang berkekuatan hukum tetap untuk dieksekusi.

“Kami terus memperjuangkan hak-hak konstitusi setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujarnya.

Berdasarkan putusan kasasi MA, PT MPL terbukti merusak 7.463 ha kawasan hutan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Kerusakan itu telah menyebabkan kerugian lingkungan sebesar Rp 16,2 triliun.

Adapun untuk kasus kebakaran di Aceh, PT Kallista Alam dihukum Rp 300 miliar lebih. Kini proses eksekusi masih berlangsung.

“Sedang berproses untuk eksekusinya sudah ada pemanggilan,” ujarnya.

Sebelumnya, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) meminta MA mengawal eksekusi ke perusak lahan. ICEL berharap tidak hanya berhenti di putusan, tetapi tuntas hingga eksekusi.

“Ketua Mahkamah Agung RI seharusnya mengingatkan atau bahkan menegur para Ketua Pengadilan Negeri tersebut apabila terbukti lalai untuk menjalankan eksekusi yang tentu akan berdampak buruk pada citra pengadilan,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo.

Menurut Henri, saat ini sudah ada sekitar sembilan perkara yang sudah dimenangkan dan berkekuatan hukum tetap dengan total kerugian yang dikabulkan kurang lebih Rp 18,5 triliun.

“Sayangnya, belum satu pun yang dieksekusi oleh pengadilan setempat di mana gugatan tersebut dimasukkan,” cetus Henri.
(Detikcom)