Pemerintah Telah Menerbitkan Peraturan Menteri Yang Mengenai Tarif Seharga Rp 2.000/km adalah Tarif Yang Ideal Bagi Ojek Online

oleh -2,976 views
Motorcycle taxi drivers working for online ride-hailing start-ups Grab and Go-jek protest against low tariffs outside parliament in Jakarta, Indonesia, April 23, 2018. REUTERS/Darren Whiteside

BERITAJAKARTA – Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, telah menerbitkan peraturan menteri yang mengatur mengenai ojek online. Dalam beleid tersebut, pengaturan tarif diatur berdasarkan keputusan menteri yang saat ini sedang digodok.

Fithra Faisal, Pengamat Ekonomi Digital, mengatakan dalam mengatur tarif pemerintah diminta mempertimbangkan berbagai aspek.

“Pemerintah harus paham bahwa bisnis digital ini melibatkan keseluruhan aktor dalam ekosistem, sehingga ketika satu variabel dalam ekosistem ini terganggu maka efeknya langsung terasa pada keseluruhan ekosistem,” ujarnya dalam keterangan yang diterima detikINET.

Berdasarkan kajian dari Research Institute of Socio Economic Development (RISED), kata Fithra, 71 persen konsumen hanya mampu mentoleransi kenaikan pengeluaran kurang dari 5.000 rupiah per hari.

“Idealnya, jika melihat faktor willingness to pay dari berbagai sumber riset yang tersedia, kenaikan yang bisa ditoleransi adalah yang membuat konsumen mengeluarkan tambahan uang kurang dari 5.000 rupiah per hari. Dengan jarak tempuh rata-rata konsumen sebesar 8,8 km per hari, berarti kenaikan tarif yang ideal adalah maksimal 600 rupiah per kilometer atau maksimal naik menjadi 2.000 rupiah per kilometer,” kata Fithra.

Lebih lanjut, dia mengatakan saat ini para aplikator telah menerapkan dynamic pricing yang berdasar big data. Dimana, tarif sebenarnya bisa menyesuaikan secara dinamis dan fleksibel tergantung pada waktu, tempat, dan tinggi rendahnya permintaan dan penawaran yang tersedia.

Dia menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan riset yang akurat dalam menyusun kebijakan terkait ekonomi digital.

“Disrupsi digital yang merupakan salah satu tantangan terbesar perekonomian, bisa diberdayakan untuk melakukan sebuah lompatan kuantum untuk membentuk kemakmuran berlipat di masa depan,” ujarnya.

“Ke depan perdebatannya bukan apakah harus atau tidak industri ini diatur, namun bagaimana pengaturan yang paling tepat untuk diberlakukan agar teknologi membawa manfaat secara optimal kepada Indonesia,” tutup Fithra. (detikcom)